Selasa, 15 Maret 2011

Definisi/Pengertian Teori Perilaku Teori X dan Teori Y (X Y Behavior Theory) Douglas McGregor

Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
A. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
B. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja. Penelitian teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagi kepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur.

                Frederick Herzberg menyatakan bahwa faktor motivasi dan situasi yang memberikan pengaruh positif pada perilaku dan kinerja, berhubungan dengan tugas individu, ukuran sukses dari pekerjaan yang dilakukannya, dan kemauan untuk berkembang dan maju. Ia juga menemukan faktor yang menyebabkan ketidakpuasan. Faktor-faktor tersebut meliputi kondisi sekeliling tempat individu bekerja misalnya kondisi fisik tempat kerja, gaji, jam kerja, jaminan kerja, bahkan hubungan supervisi dan hubungan antar manusia dalam perusahaan tempat seorang individu bekerja. Hal ini disebut faktor higienis. Temuan penting lainnya yaitu perbaikan kondisi kerja, gaji dan supervisi pada level dibawah yang diharapkan oleh individu, tidak menciptakan motivasi bekerja. Dalam kondisi yang higienis, faktor lingkungan kerja tidak dapat mencapai kepuasan dasar manusia.
Ø    Penilaian kinerja merupakan penentuan secara periodik efektivitas operasional atau
organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan tujuan, standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi pada dasarnya dioperasikan oleh manusia, sehingga penilaian kinerja merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya. Peranan sistem penilaian kinerja sehubungan dengan motivasi bekerja adalah untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kinerja yang baik dan imbalan apa yang akan diterima atas kinerja yang dicapai. Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga menghasilkan tindakan dan output yang diharapkan.
Ø    Menurut kamus “Shorter Oxford English Dictionary“ motivasi berarti  menyebabkan seseorang bertindak dengan suatu cara yang khusus. Motivasi juga berarti mendorong seseorang untuk bertindak dalam cara tertentu. Dalam istilah psikologi, motivasi adalah perilaku yang dilakukan dengan bersemangat, secara langsung atau terus menerus.
Ø  Manfaat penilaian kinerja dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu 1) sisi karyawan bermanfaat sebagai feedback atas usaha yang dilakukan, sehingga dijadikan dasar untuk menilai diri sendiri yang pada akhirnya berdampak pada pengembangan karier karyawan tersebut, 2) dari sisi perusahaan atau organisasi, penilaian kinerja bermanfaat untuk mengukur kontribusi karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan, sehingga pimpinan mampu mengambil keputusan-keputusan strategis, yang berhubungan dengan karyawan ataupun perusahaan secara keseluruhan.
Ø  Dua unsur utama dalam motivasi. Pertama, goal congruence (keharmonisan tujuan), merupakan suatu ukuran tentang sejauh mana seorang individu dalam bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dan memberikan aspirasi pada top management organisasi. Dalam lingkungan ideal, goal congruence diartikan bahwa setiap bawahan mengambil keputusan-keputusan yang sama dengan keputusan yang akan diputuskan oleh top management. Para bawahan mengambil sikap serupa karena mereka memiliki kepedulian untuk mengembangkan tujuan-tujuan top managemen. Kedua, effort (usaha) adalah sejumlah kekuatan fisik dan mental yang dikerahkan oleh individu untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini usaha yang dimaksud tidak semata-mata melakukan sesuatu aktivitas yang lebih cepat, tetapi juga mengarahkan semua tindakan yang akan dilakukan karyawan dengan hati-hati dan teliti untuk mencapai tujuan organisasi.


Teori Hierarki Kebutuhan Maslow / Abraham Maslow

Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatantingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi. Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya. Lima (5) kebutuhan dasar Maslow - disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
1. Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lainlain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.

Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatanatau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi. Menurut McGregor organisasi tradicional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya hádala:


1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai
diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah
organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi.. Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X.

Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia hádala sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada
orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jira keadaan sama-sama menyenangka.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jira dimotivasi secara tepat.

Dengan memahami asumís dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada pada masingmasing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.






SELAYANG PANDANG KESAN TENTANG BIROKRASI

“ Tidak ada birokrasi yang sama sekali bebas dari berbagai patologi birokrasi, sebaliknya tidak ada birokrasi yang menderita semua penyakit birokrasi sekaligus”
Ungkapan diatas meyakinkan kita bahwa sebaik-baiknya birokrasi suatu Negara pasti ada kelemahan-kelemahannya, yang juga pasti ada sisi baiknya.
Aparat birokrasi terakhir memang kurang dikagumi karena system pelayanan yang di tampilkan kepada masyarakat terkesan lamban, boros, kaku. Authority oriented, korup dan terkena berbagai jenis patologis, banyak merugikan rakyat seperti halnya dengan praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Betapa tidak merugikan rakyat, dana yang seharusnya untuk people empowering, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat habis digerogoti orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Anehnya pula justru KKN merebak setelah perjuangan rakyat Indonesia dengan berbagai pengorbanan dan melahirkan era reformasi yang berfokus pada anti KKN.
KKN justru semakin menyebar merata di provinsi, Kabupaten, dan Kotaseluruh Indonesia manakala keinginan daerah untuk mendapat kewenangan mengatur daerah dipenuhi melalui undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang kemudian di amandemen dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Birokrasi cenderung lebih berorientasi pada kekuasaan, arogan, mengejar penigkatan PAD, serba mengatur dan memutuskan banyak hal tanpa mau mendengarkan suara dan harapan rakyat.
Slogan yang disampaikan Bottom Up, People Centre Development hanya sebatas jargon untuk mengambil hati rakyat.
Apabila anda pelanggan air PDAM, Listrik PLN, Telepon PT TELKOM, andai kata anda terlambat membayar akan dikenai denda, lebih dari terlambat melebihi jangka waktu yang cukup lama langganan akan diputus. Akan tetapi seandainya anda tidak mendapat air, tidak mendapat aliran listrik dan telepon yang sangat anda perlukan karena “katanya” ada gangguan teknis anda tidak akan mendapat kkompensasi apapun.
Andai anda datang ke suatu kantor pemerintah, disana ada beberapa “oknum” pegawai, acuh dan tidak memperhatikan dan menyapa kita. Padahal mereka pasti tahu kita adalah stakeholder atau “pelanggannya”.
Dengan tidak merasa sungkan sedikitpun oknum tetap membaca Koran atau ngobrol sesama oknum, sadarkah mereka bahwa sesungguhnya pelanggan dan stakeholder  yang membayar gaji mereka.
Dengan aturan-aturannya birokrasi membuat rakyat tidak punya daya tawar (bargaining power), sadar maupun tidak sadar inilah Climate yang tercipta.
Paradigma birokrasi saat ini ialah belum pernah ada institusi pemerintah yang dilikuidasi karena bangkrut.


Sejarah Pertumbuhan Pemerintahan, Ilmu Pemerintahan dan Teori-teori Kekuasaan

Perkembangan pemerintahan itu juga ditentukan oleh perkembangan masyarakatnya yang disebabkan oleh faktor-faktor lain yang melandasinya seperti pertambahan dan tekanan penduduk, ancaman atau perang dan penjarahan yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lain dan telah menjadi faktor-faktor yang memacu perkembangan pemerintahan yaitu penguasaan oleh suatu pemerintah atau negara.
Pemerintahan di zaman purba ditandai oleh banyaknya sistem pemerintahan dan sistem yang lebih dikenal adalah polis Yunani. Selain polis Yunani, kerajaan Inka yang berdiri antara tahun 1200-1500 Masehi telah memiliki sistem pemerintahan yang despotisme yaitu suatu bentuk pemerintahan yang ditandai oleh kekuasaan sewenang-wenang dan tak terbatas dari pihak penguasa.
Plato dan Aristoteles lah yang memperkenalkan bentuk-bentuk pemerintahan yang baik dan buruk dengan alasan pembagian tersebut. Konsep-konsep tentang pemerintahan yang baik dan buruk menurut Plato dan Aristoteles masih terefleksi sepanjang sejarah pemerintahan di dunia hingga dewasa ini.
Awal pemerintahan Romawi merupakan suatu wujud dari kombinasi bentuk pemerintahan baik menurut konsep Plato dan Aristoteles. Pada abad pertengahan pengaruh agama Kristen masuk ke dalam sistem pemerintahan yang lebih dikenal dengan teori dua belah pedang.
Di zaman baru sekalipun pemerintahan tidak menjadi jelas setelah runtuhnya polis Yunani serta konflik antara Paus dan Raja berkepanjangan namun pada akhir abad pertengahan muncul pemerintahan di zaman baru dengan pengalaman perjalanan sejarah yang panjang dari masing-masing negara sehingga lahirlah konsep tentang adanya kemandirian serta kekuatan pemerintahan.
Untuk itu Machiavelli muncul dengan sebelas dalil dalam karyanya Sang Raja yang mengajarkan tentang bagaimana seorang raja harus mempertahankan serta memperbesar kekuasaan pemerintah sebagai tujuannya melalui menghalalkan segala cara.
Awal dari ilmu pemerintahan modern ditandai dengan lahirnya kameralistik (Ilmu Perbendaharaan) yang telah berkembang di Prusia pada awal abad ke-18. Landas tolaknya adalah bahwa negara harus mengurusi lapangan pekerjaan dan pangan sehingga berdasarkan hal itu perlu mengusahakan agar di dalam setiap jabatan yang ada sebanyaknya orang sebagaimana dibutuhkan untuk kesejahteraan umum.
Dalam hal ini bahanbahan dari statistik mempunyai nilai yang besar dan dapat iandalkan.
Dalam abad ke-19 dengan munculnya pemikiran negara hukum maka merosotlah kameralistik seraya memberikan perkembangan hukum pemerintah.
Hampir di seluruh daratan Eropa Barat perkembangan studi negara dan ajaran negara menjadi abad ke-19 dan pada abad ke-20 menambahkan nama studi hukum administrasi.
Pada bidang ilmu pemerintahan Burke dan Benthan menganjurkan perlu diadakan perbaikan terhadap kelalaian dari dinas pemerintah, kelebihan staf, inaktif dan inkompeten.
Di Amerika Serikat ilmu pemerintahan berkembang sebagai suatu bidang otonom yang dipelopori oleh Profesor Wodroow Wilson (kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat). Ia menganjurkan adanya studi khusus tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas pemerintah yang berhasilguna dan berdayaguna.
Ilmu pemerintahan dipengaruhi oleh ilmu-ilmu humaniora (sosiologi, psikologi, psikologi-sosial, antropologi, ekonomi, politikologi).
Dan ditandai dengan penanganan antar disiplin, dengan pendayagunaan dari teori-teori, istilah-istilah serta metode-metode dari semua ilmu tadi, selain dipercaya dengan filsafat.
Lahirlah sebuah teori pemerintahan liberal dari John Locke pada tahun 1690 yaitu ajaran tentang pemerintahan demokrasi modern. John Locke
memandang kekuasaan legislatif sebagai yang tertinggi dan eksekutif berada di bawahnya.
Dia mengatakan bahwa kekuasaan pemerintahan mesti dibatasi oleh kewajiban menunjang hak-hak azasi manusia antara lain: hak atas keselamatan pribadi, hak kemerdekaan dan hak milik.
Sementara itu di Inggris pada sekitar tahun 1700 berdirilah pemerintahan monarki parlementer di mana kedaulatan negara berada di tangan perwakilan rakyat dan pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat.
Revolusi Amerika pada tahun 1776 dan Revolusi Perancis pada tahun 1789 mempercepat proses demokratisasi dan pengakuan terhadap hak-hak azasi manusia.
Terhadap itu semua muncul lagi reaksi konservatisme terutama dari Burke dan Hegel.
Birokrasi lahir di istana raja dan merupakan perwujudan dari orang-orang kepercayaan yang memerintah bersama raja yang diberikan pembagian tugas satu sama lain didasarkan pada selera pribadi dan tradisi.
Pemerintahan di Indonesia berawal dengan suatu pembentukan pemerintahan swasta pada tahun 1602 oleh Belanda yang bernama VOC terutama di pulau Jawa lebih dikenal dengan Kompeni.
VOC kemudian runtuh pada tahun 1795 dan didirikanlah pemerintahan Hindia Belanda dengan Gubernur Jenderal yang pertama adalah Deandels.
Sejarah modern ilmu pemerintahan dan politik berawal dalam abad ke-19.
Pemerintahan negara berkembang menjadi suatu pemerintahan yang memberikan pelayanan dan pemeliharaan terhadap para warganya.
Pemerintah lebih banyak mengurusi kesejahteraan dan penghidupan, pendidikan dan perawatan kesehatan serta kesempatan kerja dan tunjangan sosial atau jaminan hidup bagi warga yang menganggur.
Perkembangan pemerintahan secara berawal mulai dari tahap prasejarah hingga tahun 1993, Ilmu pemerintahan telah menjadi ilmu yang multi disiplin dan mono disiplin dengan penekanan pada umum, organisasi dan pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan serta prinsip swastanisasi dalam pemerintahan.
Ilmu Pemerintahan sebagai Displin Ilmu
1.      Dalam penerapannya Ilmu dapat dibedakan atas Ilmu Murni ( pure science), Ilmu Praktis ( applied science) dan campuran. Sedangkan dalam hal fungsi kerjanya Ilmu juga dapat dibedakan atas Ilmu teoritis nasional, Ilmu empiris praktis dan Ilmu teoritis empiris.
2.      Ilmu Pemerintahan adalah Ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan koordinasi dan kemampuan memimpin bidang legislasi, eksekusi dan yudikasi, dalam hubungan Pusat dan Daerah, antar lembaga serta antar yang memerintah dengan yang diperintah.
3.      Paradigma adalah corak berfikir seseorang atau sekelompok orang karena Ilmu pengetahuan itu sifatnya nisbi, walaupun salah satu persyaratannya dapat diterima secara universal, namun dalam kurun waktu tertentu tetap memiliki perubahan, termasuk ilmu-ilmu eksakta.
4.      Pendapat bahwa pemerintahan hanyalah suatu seni dapat ditolerir, yaitu bagaimana kemampuan menggerakan organisasi-organisasi dalam kharismatis retorika, administrator dan kekuasaan kepemimpinan, serta bagaimana kemampuan menciptakan, mengkarsakan dan merasakan surat-surat keputusan yang berpengaruh, atau juga bagaimana kemampuan mendalangi bawahan serta mengatur lakon yang harus dimiliki pemerintah sebagai penguasa.
5.      Munculnya disiplin ilmu pemerintahan di Eropa yang bersumber dari ilmu politik, dimulai dari adanya anggapan bahwa meningkatnya perhatian berbagai pihak akan isi, bentuk, efek dan faktor pemerintahan bertitik berat pada pengambilan kebijaksanaan pemerintahan yang berusaha untuk menganalisa masalah kebijaksanaan pemerintah tersebut sebagai bagian dari berbagai proses dalam ilmu politik.
6.      Ilmu pemerintahan merupakan ilmu terapan karena mengutamakan segi penggunaan dalam praktek, yaitu dalam hal hubungan antara yang memerintah (penguasa) dengan yang diperintah (rakyat).
7.      Objek forma ilmu pemerintahan bersifat khusus dan khas, yaitu hubunganhubungan pemerintahan dengan sub-subnya (baik hubungan antara Pusat dengan Daerah, hubungan antara yang diperintah dengan yang memerintah, hubungan antar lembaga serta hubungan antar departemen),ermasuk didalamnya pembahasan output pemerintahan seperti fungsifungsi, sistem-sistem, aktivitas dan kegiatan, gejala dan perbuatan serta peristiwa-peristiwa pemerintahan dari elit pemerintahan yang berkuasa.
8.      Objek materia ilmu pemerintahan secara kebetulan sama dengan objek materia ilmu politik, ilmu administrasi negara, ilmu hukum tata negara dan ilmu negara itu sendiri, yaitu negara.
9.      Asas adalah dasar, pedoman atau sesuatu yang dianggap kebenaran, yang menjadi tujuan berpikir dan prinsip-prinsip yang menjadi pegangan.Ada beberapa asas pemerintahan, antara lain : asas aktif, asas “Mengisi yang kosong” Vrij Bestuur, asas membimbing, asas Freies Eremessen,asas “dengan sndirinya, asas historis, asas etis, dan asas Detrournement de Pouvoir.
10.  Teknik-teknik pemerintahan adalah berbagai pengetahuan, kepandaian dan keahlian tertentu dalam cara yang dapat ditempuh atau digunakan untuk melaksanakan dan menyelenggarakan berbagai peristiwa-peristiwa pemerintahan. Untuk teknik pemerintahan di Indonesia ada beberapa teknik yaitu : Diferensiasi, Integrasi, Sentralisasi, Desentralisasi, Konsentrasi,Dekonsentrasi, Delegasi, Perwakilan, Pembantuan, Kooperasi, Koordinasi dan Partisipasi.
11.  Menurut Taliziduhu Ndraha, pemerintahan dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar yaitu pemerintahan konsentratif dan dekonsentratif. Pemerintahan dekonsentratif terbagi atas pemerintahan dalam negeri dan pemerintahan luar negeri. Pemerintahan dalam negeri terbagi atas pemerintahan sentral dan desentral. Pemerintahan sentral dapat diperinci atas pemerintahan umum dan bukan pemerintahan umum. Yang termasuk ke dalam pemerintahan umum adalah pertahanan keamanan,peradilan, luar negeri dan moneter.
12.  Metodologi merupakan ilmu pengetahuan tentang cara untuk mengerjakan sesuatu agar diperoleh pengertian ilmiah terhadap suatu pengertian yang benar. Beberapa metode yang dipakai dalam ilmu pemerintahan adalah : metode induksi, metode deduksi, metode dialektis,metode filosofis, metode perbandingan, metode sejarah, metode fungsional, metode sistematis, metode hukum dan metode sinkretis.
13.  Hubungan pemerintahan vertikal adalah hubungan atas bawah antara pemerintah dengan rakyatnya, di mana pemerintah sebagai pemegang kendali yang memberikan perintah kepada rakyat, sedangkan rakyat menjalankan dengan penuh ketaatan.Dalam pola ini dapat pula rakyat sebagai pemegang otoritas yangn diwakili oleh parlemen, sehingga kemudian pemerintah bertanggungjawab kepada rakyat tersebut.
14.  Hubungan pemerintahan horisontal adalah hubungan menyamping kirikanan antara pemerintah dengan rakyatnya, di mana pemerintah dapat saja berlaku sebagai produsen sedangkan rakyat sebagai konsumen karena rakyatlah yang menjadi pemakai utama barang-barang yang diproduksi oleh pemerintahnya sendiri. Misal : negara-negara komunis.Sebaliknya, rakyat yang menjadi produsen sedangkan pemerintah menjadi konsumennya, karena seluruh industri raksasa milik rakyat dipakai sendiri oleh pemerintahan sendiri. Misalnya Jepang.
Hubungan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu-Ilmu Kenegaraan
1.      Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik pada hakikatnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga yang mempengaruhi hidup masyarakat.
2.      Secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu pemerintahan menekankan pada tungsi output daripada mutu sistem politik, sedangkan ilmu politik menitikberatkan pada fungsi input. Dengan perkataan lain ilmu pemerintahan lebih mempelajari komponen politik sebagai suatu sistem politik, sedangkan ilmu politik mempelajari society dari suatu sistem politik. Kebijaksanaan pemerintahan ( public policy) dibuat dalam arena politik, tetapi hampir semua perencanaan dan pelaksanaannya diselenggarakan dalam arena birokrasi pemerintahan tersebut.
3.      Ilmu negara bersifat statis dan deskriptif, karena hanya terbatas melukiskan lembaga-lembaga politik. Sedangkan ilmu pemerintahan itu dinamis, karena dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu selain merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, ilmu pemerintahan juga merupakan suatu seni memerintah, yang selain diperoleh melalui kegiatan belajar mengajar, juga karena dilahirkan berbakat.
4.      Syarat-syarat negara antara lain harus adanya wilayah, harus adanya pemerintah/pemerintahan, harus adanya penduduk dan harus adanya pengakuan dari dalam dan luar negeri. Adanya pemerintah yang sah dan diakui baik dari dalam dan luar negeri berarti pemerintah tersebut mempunyai wewenang untuk memerintah secara legitimasi
5.      Ilmu pemerintahan adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, namun sangat dekat hubungannya dengan administrasi negara,karena memiliki obyek materia yang sama yaitu negara itu sendiri.Adapun yang membedakan ilmu pemerintahan dengan administrasi negara adalah pada pendekatan ( technical approach)nya masing-masing yaitu ilmu pemerintahan cenderung lebih melaksanakan pendekatan legalistik, empirik dan formalistik, sedangkan administrasi negara cenderung lebih melaksanakan pendekatan ekologikal, organisasional dan struktural.
6.      Yang membedakan ilmu pemerintahan dengan hukum tata negara adalah sudut pandangnya masing-masing, yaitu bila ilmu pemerintahan cenderung lebih mengkaji hubungan-hubungan pemerintah dalam arti perhatian utama adalah pada gejala yang timbul pada peristiwa pemerintah itu sendiri. Sedangkan hukum tata negara cenderung mengkaji hukum serta peraturan yang telah ditegakkan dalam hubungan tersebut.
Hubungan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu-Ilmu Non-Kenegaraan
1.      Ilmu hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang bersifat ilmiah tentang asas-asas surgawi dan manusiawi, pengetahuan yang benar dan yang tidak benar (Ulpian). Ilmu hukum adalah ilmu yang formal tentang hukum positif (Holland). Ilmu hukum adalah sintesa ilmiah tentang asasasas yang pokok dari hukum (Allen). Ilmu hukum adalah penyelidikan oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-teknik hukum dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari berbagai disiplin ilmu di luar hukum yang mutakhir (Stone). Ilmu hukum adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya(Cross). Teori ilmu hukum menyangkut pemikiran mengenai hukum atas dasar yang paling luas (Dias).
2.      Fungsi administrasi adalah pelaksanaan kebijaksanaan negara yang dijalankan oleh para aparat (pejabat) pemerintah, karena administrasi sebagai suatu hal yang harus berhubungan dengan penyelenggaraan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan kehendak negara tersebut.
3.      Sejarah adalah deskripsi kronologis dari peristiwa-peristiwa zaman yang lampau, karena itu ilmu sejarah merupakan perhimpunan kejadiankejadian konkrit di masa lalu. Bagi para ahli sejarah dalam menanggapi ilmu pemerintahan, melihat bahwa gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa pemerintahan yang timbul dalam setiap hubungan pemerintahan penekanannya hanyalah pada fungsi dan pengorganisasian terutama dalam perjalanan ruang dan waktu yang senantiasa berubah.
4.      Hubungan llmu Pemerintahan dengan ilmu ekonomi tampak sangat erat.Hal ini dapat dilihat dari munculannya merkantilisme sebagai aliran perekonomian yang bertujuan memperkuat negara dengan jalan mengkonsolidasi kekuatan dalam bidang perekonomian.
5.      Filsafat dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.Filsafat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terakhir, tidak dangkal dan dogmatis, melainkan kritis sehingga kita sadar akan kekaburan dan kekacauan pengertian sehari-hari.Substansi filsafat tidak berubah, tetapi dialah yang memberikan performance sesuatu itu. Sub komponennya yaitu kuantitas, kualitas, kedudukan, wujud, ruang, waktu, aksi, dan relasi.
Teori-Teori Kekuasaan Negara
1.      Negara adalah organisasi kekuasaan, oleh karenanya dalam setiap organisasi yang bernama negara selalu dijumpai adanya organ atau alat perlengkapan yang mempunyai kemampuan untuk memaksakan kehendaknya kepada siapapun juga yang bertempat tinggal dalam wilayah kekuasaannya.
2.      Beberapa teori yang mengemukakan tentang asal-usul negara di antaranya, teori kenyataan, teori ketuhanan, teori perjanjian, teori penaklukan, teori daluwarsa, teori alamiah, teori filosofis dan teori historis.
3.      Dilihat dari terbentuknya kedaulatan yang menyebabkan orang-orang tertentu didaulat menjadi penguasa (pemerintah), menurut Inu Kencana ada 4 teori kedaulatan yaitu: Teori kedaulatan Tuhan, teori kedaulatan rakyat, teori kedaulatan negara dan teori kedaulatan hukum.
4.      Secara umum ada 2 pembagian bentuk negara yang dikemukakan oleh Inu Kencana, yaitu negara kerajaan dan negara republik. Negara kerajaan terdiri atas negara kerajaan serikat dan negara kerajaan kesatuan, di mana negara-negara tersebut terbagi atas negara kerajaan serikat parlementer dan negara kerajaan kesatuan non Perdana Menteri.Sedangkan negara republik terdiri atas negara republik serikat dan negara republik kesatuan, yang terbagi lagi atas negara republik serikat parlementer dan negara republik serikat presidensil, serta negara republik kesatuan parlementer dan negara kesatuan presidensil.
5.      Syarat-syarat berdirinya suatu negara meliputi adanya pemerintah, adanya wilayah, adanya warganegara dan adanya pengakuan kedaulatan dari negara lain.
Legitimasi Kekuasaan Dalam Pemerintahan
1.      Menurut Inu Kencana, seseorang memperoleh kekuasaan dalam beberapa cara yaitu melalui legitimate power, coersive power, expert power, reward power dan revernt power.
2.      Kekuasaan dapat dibagi dalam istilah eka praja, dwi praja, tri praja, catur praja dan panca praja. Sedangkan pemisahan kekuasaannya secara ringkat dibagi dalam rule making function, rule application function, rule adjudication function (menurut Gabriel Almond); kekuasaan legislatif,,kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif (menurut montesquieu);kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federatif (menurut John Locke); wetgeving, bestuur, politie, rechtsspraak dan bestuur zorg (menurut Lemaire); kekuasaan konstitutif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, kekuasaan inspektif dan kekuasaan konstultatif (menurut UUD 1945).


Proses Transisi

Teori tentang negara menentukan secara langsung pertanyaan praksis tentang bagaimana transisi menuju masyarakat tanpa negara yang diidam-idamkan baik oleh para anarkis maupun Marxis tersebut mengambil bentuknya.
Kaum Marxis percaya bahwa sebuah transisi yang berhasil menuju komunisme, yang jelas berarti masyarakat tanpa negara, akan membutuhkan sebuah represi atas para kapitalis yang apabila dibiarkan tentu akan membangun kembali kekuatannya, dan akan dibutuhkan juga eksistensi negara dalam sebuah bentuk yang dikontrol oleh para pekerjanya. Kaum anarkis menentang "negara pekerja" yang diadvokasikan oleh para Marxis sebagai sesuatu yang tidak logis semenjak sesegera sebuah kelompok mulai memerintah melalui aparatus negara, maka mereka akan berhenti menjadi pekerja (apabila sebelumnya mereka adalah pekerja) dan dengan demikian akan segera bertransformasi menjadi penindas baru. Kaum anarkis mendukung argumen mereka dengan merujuk pada Uni Soviet yang berkarakter anti demokrasi serta berbagai negara "Marxis" lain, sementara para Marxis mendukung argumen mereka dengan merujuk pada kehancuran revolusi-revolusi yang dipimpin para anarkis semacam dalam Revolusi Meksiko 1910 dan Perang Saudara Spanyol.
Dengan demikian, kaum anarkis berusaha untuk "menghancurkan" negara yang eksis saat ini, serta segera menggantikannya dengan konsil-konsil pekerja, sindikat-sindikat atau berbagai metoda organisasional yang desentralis dan non-hirarkis. Kaum Marxis secara kontras, justru berusaha "merebut kekuasaan", yang berarti secara gradual mengambil alih negara borjuis yang eksis saat ini, atau menghancurkan negara yang eksis saat ini melalui sebuah revolusi dan menggantinya dengan sebuah negara baru yang tersentralisir (Leninisme, Trotskyisme, Maoisme) atau melalui sebuah sistem konsil pekerja (Komunisme Konsilis, Marxisme Otonomis).
Posisi kaum Marxis melebur ke dalam anarkisme pada akhir spektrumnya, karena kaum anarkis juga saling tidak setuju di antara mereka sendiri tentang bagaimana sebuah sistem konsil pekerja yang demokratis dan memonopoli kekerasan akan dapat dianggap sebagai sebuah struktur negara atau tidak, sementara kaum Marxis bertengkar di antara mereka sendiri sebagian besarnya atas bentuk kediktatoran proletariat.

Pelaksanaan Good Governance Kantor Kecamatan Nunukan

Pemerintah memiliki tugas yaitu untuk mencapai tujuan negara/nasional. Oleh karena itu tujuan pemerintah mencakup didalamnya melaksanakan segenap tugas dan fungsi pemerintah itu sendiri (baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah) dimana fungsi pemerintah disini disamping memberi ruangan yang cukup luas bagi kepentingan rakyat, ia juga bertugas memenuhi kepentingan rakyat melalui kegiatan pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai tujuan negara Republik Indonesia.
Berdasarkan UUD 1945 (pada pembukaan), alinea keempat secara tegas dinyatakan bahwa tugas umum pemerintah negara kesatuan Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Untuk dapat melaksanakan tugas umum dengan baik, aparatur pemerintah perlu dibekali kemampuan yang bersifat professional. Administrasi pemerintah yang diselenggarakan oleh aparatur atau penyelenggara negara dan menjalankan fungsi-fungsi pemerintah untuk kepentingan publik. Sebagai aparatur pemerintah dan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat harus mempunyai sifat setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berdaya saing, berkualitas dan berdedikasi tinggi serta sadar akan tanggung jawab sebagai pelayan publik.
Sejak tumbangnya rezim orde baru dan di gantikan dengan gerakan reformasi, istilah good governance begitu popular.hampir di setiap event atau peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintah, istilah ini tak pernah ketinggalan. bahkan dalam pidato-pidato, pejabat sering mengunakan kata-kata di atas,  pendeknya good governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat. Meskipun kata good governance sering di sebut pada berbagai event atau peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian good governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain.
Ada sebagian kalangan mengartikan good governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintah suatu Negara, perusahaan atau organisasi dalam masyarakat yang memenuhi prasyarat  masyarakat tertentu. Sebagian kalangan yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civiv society sebagai penopang sustanbilitas demokrasi itu sendiri.
Masih banyak lagi “tafsir” good governance yang diberikan oleh berbagai pihak seperti yang di defenisikan oleh world bank sebagai berikut, good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertangung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi ,dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnnya  aktivitas usaha.
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk.
Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.
Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi baik pemerintah pusat atapun pemerintah daerah. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi.
Kabupaten Nunukan merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di wilayah utara Provinsi Kalimantan timur, secara geografis terletak antara 115o33 - 118o03 BT dan antara 3o15 - 4o24 LU. Daerah ini berbatasan dengan Negara Malaysia Timur-Sabah di utara, Laut Sulawesi di timur, Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau di selatan, Negara Malaysia Timur-Serawak di barat. Luas wilayah daerah ini adalah 14.263,68 Km2 dan secara administratif, dearah ini terbagi menjadi tujuh Kecamatan dan 218 Kelurahan.
Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus.
Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk menumbuh kembangkan rasa kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan yang baik. Berdasarkan pengamatan langsung (observasi) dilapangan, masih ditemui berbagai permasalahan-permasalahan dalam pelayanan seperti pelayanan pembuatan KTP, Akta Tanah, dan pelayanan-pelayanan yang sifatnya harus mempunyai perizinan dari kecamatan tidak bersifat transparansi yang tidak sesuai dengan tuntutan terlaksananya tata pemerintahan yang baik dan bersih dari KKN.
 Dalam hal ini fenomena-fenomena pelaksanaan good governance di kantor kecamatan Nunukan Kabupaten Nunukan yang masih belum sepenuhnya dilaksanakan dalam pelaksanaan administrasi dalam meningkatkan mutu pelayanan publik.
Mengacu pada permasalah-permasalahan yang terjadi pada tata laksana pemerintahan di negara kita pada umumnya dan lebih mengkhususkan lagi pada tata laksana pemerintahan di Kantor kecamatan, yang merupakan salah satu penopang terlaksanaanya tata pemerintahan yang baik (good governance), untuk itu sebagai wujud kontrol sosial dan bentuk partisipasi dalam membantu pemerintah mewujudkan good governance di kantor Kecamatan Nunukan Kabupaten Nunukan sehingga tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan.

IMPLIKASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP WILAYAH PERBATASAN KABUPATEN NUNUKAN DI DESA SUNGAI NYAMUK

Tuntutan politik yang telah melahirkan UU No. 32 Tahun 2004 serta berbagai produk peraturan perundangan-undangan pendukungnya memberikan peluang bagi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Namun pelaksanaannya masih terdapat beberapa masalah pada beberapa pengembangan kapasitas daerah dalam penyelenggaraan pemerintah, pengembangan ekonomi wilayah dan pemberdayaan masyarakat khususnya pada daerah pedesaan.
Dalam pelaksanaan otonomi daearah yang menyangkut pelaksanaan wilayah  pedesaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pada Pasal 1 ayat 2 “Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan  dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Kemudian  dalam Pasal 1 ayat 5 “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”., Dan Pasal 1 ayat 6 “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”., Pasal 1 ayat 9 “Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu”. Pasal 1 ayat 10. “Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota”. Sedangkan Pasal 1 ayat 11. “Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota”. Demikian halnya pada Pasal 1 ayat 12. “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
            Dari rangkaian pasal 1 dan relevansi ayat-ayat diatas jelas merupakan acuan dalam mengambil/menentukan kebijakan pemerintah daerah Dalam pelaksanaan pengembangan otonomi daerah masih dijumpai beberapa permasalahan antara lain: terbatasnya kemampuan operator pemerintahan daerah; belum memadainya perangkat peraturan perundang-undangan; masih adanya kesenjangan pemahaman tugas dan wewenang antara sebagian anggota DPRD dengan pemerintah daerah, dan belum mengembangkan mekanisme partisipasi lembaga dan organisasi masyarakat.
Sebagaimana diketahui, selama ini khususnya daerah kabupaten banyak bergantung pada pemerintah pusat, karena terbatasnya jumlah dana yang berkaitan dengan sumber dana yang telah diatur oleh pemerintah pusat. Dengan ketergantungan pemerintah daerah dalam hal dana bagi penyelenggaraan urusan, maka akan sulit untuk mencapai tujuan otonomi daerah terutama bagi daerah yang kurang berkembang.
Konsep pembangunan desa yang selama ini kita terapkan bias kepada cara pandang kota, karena menggunakan pendekatan pembangunan kota, dan juga diukur berdasarkan indikator-indikator kemajuan ekonomi kota. Sosial budaya masyarakat desa tidak dipandang khas, namun direndahkan atau dianggap belum sempurna, berdasarkan ukuran relatif sosial budaya masyarakat kota. Timbulnya konsep pembangunan pertanian dengan berbasiskan kepada desa membutuhkan perubahan paradigma pembangunan itu sendiri, yaitu dengan meninggalkan pembangunan desa dengan cara pandang kota karena tidak akan pernah melihat desa sebagai entitas sosial ekonomi dan budaya yang khas. Desa harus didekati dan disentuh dengan pendekatan yang spesifik agar seluruh potensinya dapat tergali dan dikembangkan dengan optimal.
Dikotomi kota dan desa tidak terhindarkan dalam teori dan pelaksanaan pembangunan, dimana kegiatan pertanian dianggap identik dengan desa, sedangkan industri identik dengan kota. Dikotomi yang cenderung hitam putih ini membawa implikasi yang banyak menimbulkan masalah.
Selanjutnya dalam kebijakan pemerintah terkait dengan peningkatan standar kehidupan masyarakat harus tepat sasaran dengan mengawasi dan mencermati lingkungan masyarakat atau keadaan masyarakat sebenarnya melalui beberapa gabungan proses sosial dan ekonomi serta institusional, memcakup usaha-usaha untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu pembangunan dalam semua masyarakat haruslah mempunyai, paling sedikit, tiga sasaran sebagaimana di kemukakan oleh Michael P. Todaro (1983:128) sebagai berikut :
1.      Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti makanan, perumahan, kesehatan dan perlindungan
2.      Mengangkat taraf hidup, termasuk menambah dan mempertinggi penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang memadai, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan manusiawi, semuanya itu bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi semata-mata, tetapi juga untuk mengangkat kesadaran akan harga diri, baik individual maupun nasional
3.      memeperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individual dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap-sikap  budak ketergantungan, tidak hanya dalam hubungan dengan orang lain dan negara-negara lain, tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan manusia.
Dari bentuk sasaran kebijakan pemerintah yang merupakan gambaran aspirasi masyarakat dalam pembangunan, ketiga sasaran diatas masih diluar jangkauan kebijakan pemerintah, dimana masyarakat sebagai obyek pembangunan dimana kesenjangan dengan daerah-daerah maju dengan daerah tertinggal  sebagai salah satu indikatornya. Dan pada kenyataannya kesenjangan semakin meluas dipelosok negara kita ini. Melihat fenomena seperti ini peluang-peluang yang dapat memperluas kesenjangan dengan tuntutan memperoleh pelayanan dari pemerintah dan swasta dalam hal pelayanan-peleyanan yang berasas pemerataan, berkeadilan serta pelayanan yang  memberi kesempatan bagi masyarkat untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Melihat kenyataan pada daerah-daerah tertinggal yang lebih khusus pada daerah perbatasan yang rentang dengan permasalahan kewilayaan batas negara dan kesenjangan sosial dari negara tetangga yang dapat menimbulkan disintegrasi, ini dapat diperparah lagi dengan perkembangan penduduk dari tahun ketahun semakin meningkat dan kompleksitas yang dihadapi semakin meningkat pula, oleh karena itu perlu adanya kebijakan-kebijakan yang dapat memberikan solusi dalam menjawab pemasalahan-permasalahan daerah yang masih tertinggal khususnya di daerah perbatasan.  
Seperti halnya di wilayah perbatasan di Provinsi Kalimantan Timur yang meliputi Kabupaten Nunukan, Malinau dan Kutai Barat, berbatasan langsung dengan Negara Bagian Malaysia Timur (Serawak dan Sabah). Jumlah seluruh  Kecamatan dari  ketiga Kabupaten tersebut adalah sebanyak 37 Kecamatan, tetapi hanya 11 Kecamatan yang berbatasan langsung dengan negeri sabah dan serawak yaitu ; Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai di Kabupaten Kutai Barat, Kayan Hulu, Kayan Hilir dan Pujungan di Kabupaten Malinau serta Krayan, Krayan Selatan, Lumbis, Sebuku, Nunukan dan Sebatik di Kabupaten Nunukan. Wilayah perbatasan tersebut  merupakan perbatasan daratan kecuali di Kecamatan Nunukan yang mempunyai perbatasan laut dengan Kota Tawau di Negeri Sabah. Luas wilayah perbatasan Kalimantan Timur keseluruhan yang meliputi 11 Kecamatan tersebut adalah  57.731,64 Km2 dengan rincian luas wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan sebesar 12.128 Km2, Kabupaten Kutai Barat 8.911,1 Km2  dan Kabupaten Malinau 36.692,54 Km2.
Tujuan Pembangunan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur adalah memacu pertumbuhan sosial ekonomi di kawasan perbatasan yang selama ini masih tertinggal dibandingkan kawasan pantai, sehingga dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, mengurangi disparitas pembangunan dan disintegrasi bangsa sehingga mampu menunjang sistem pertahanan dan keamanan negara di kawasan tersebut.
Kecamatan Sebatik Barat dan  Sebatik Timur dengan luas wilayah mencapai 246,61 km2, merupakan Kecamatan dengan luas terkecil di Kabupaten Nunukan dengan kepadatan penduduk mencapai 119,23 jiwa/km2. Terletak di Pulau Sebatik, Pulau Sebatik membagi dua wilayah pulaunya dengan Sabah-Malaysia di sebelah utara, dengan Laut Sulawesi di sebelah selatan, di sebelah barat dengan Kecamatan  Nunukan, di sebelah timur dengan Laut Sulawesi.
Ditinjau dari pembangunan, Pulau sebatik masih terkendala dari segi perencanaan untuk membangun pulau sebatik pada umumnya, hal ini dikarenakan pelaksanaan pembangunan tidak sesuai dengan perencanaan secara bertahap, imbas ini berdampak pula pada desa-desa di pulau tersebut salah satu desa yang mendapat imbasnya yaitu Desa sungai nyamuk, ini diakibatkan kebijakan pemerintah yang kurang dilaksanakan secara konsekuen serta aspirasi masyarakat belum terealisasi sepenuhnya dalam bentuk kebijakan pemerintah Kabupaten Nunukan untuk lebih mengembangkan wilayah perbatasan.
Dari segi perdagangan masyarakat lebih cenderung ke Negara tetangga untuk melakukan transaksi perdagangan unutk memenuhi kebutuhan sehari-hari (pokok) dan kebutuhan lainnya (skunder), walaupun di daerah tersebut terdapat pasar, toko-toko, dan penjual akan tetapi persoaln harga memasksa masyarakat untuk lebih cenderung ke Negara tetangga, begitu juga untuk menjual hasil bumi dari daerah mereka, mereka menjualnya ke Negara tetangga.

GOOD GOVERNANCE

Menurut Hetifah Sj (2003:1-2) Good governance, pertama kali dipopulerkan oleh lembaga dana Internasional seperti world Bank, UNDP, dan IMF dalam rangka menjaga dan menjamin kelangsungan dana bantuan yang diberikan kepada negara-negara sasran bantuan. Pada dasarnya, badan-badan internasional ini berpandangan, bahwa setiap bantuan internasional untuk membangun negara-negara dunia ketiga, terutama negara berkembang, sulit berhasil tanpa adanya Good Governance. Karena itu, Good Governance kemudian menjadi isu sentral dalam hubungan lembaga-lembaga multilateral tersebut dengan negara-negara sasaran.
Wacana Good Governance mendapat relevansi di Indonesia dalam pandangan masyarakat Transparansi Indonesia paling tidak dari tiga sebab utama: pertama krisis ekonomi dan politik yang masih terus-menerus dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir; kedua, masih banyaknya korupsi dan berbagai bentuk penyimpangan dalam penyelenggaraan negara; ketiga, kebijakan otonomi daerah yang merupakan harapan besar bagi proses demokratisasi dan sekaligus kekewatiran akan kegagalan program tersebut. Alasan lain adalah masih belum optimalnya pelayanan birokrasi pemerintahan dan juga sector swasta dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik.
Berlanjut pada penjelasan MM. Billah yang dikutip Hetifah Sj, menyatakan bahwa good governace dimaknai berlainan, satu sisi ada yang memaknai good governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja suatu pemerintahan, perusahaan atau organisasi kemasyarakatan. Istilah ini berujuk pada arti asli governing yang berarti mengarahkan atau mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik atau mewujudkan nilai-nilai dalam tindakan dan kehidupan keseharian.
Dengan demikian ranah Good Governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi pemerintah, tetapi juga pada ranah masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi non-pemerintah (ornop) seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga sector swasta. Singkatnya, tuntutan terhadap Good Governance tidak selayaknya ditujukan hanya pada penyelenggara negara atau pemerintah, melainkan juga pada masyarakat diluar struktur birokrasi pemerintah secara getol dan bersemangat menuntut penyelenggaraan Good Governance pada negara.
Menurut Santosa yang dikutuip Hetifah Sj, Pada dasarnya konsep good governance memberikan rekomendasi pada sistem pemerintahan yang menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah, sector swasta dan masyarakat sipil (civil Society).
Good Governance berdasarkan pandangan ini berarti suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat sipil (civil Society), dan sektor swasta. Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga kelompok masyarakat mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjebatani perbedaan dintara mereka. Santosa menjelaskan bahwa governance sebagaimana didefenisikan UNDP adalah pelaksana politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan dilakukan dengan efektif, dan efisien, responsive terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntansi serta transparan.
Good governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan sector non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara. Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda.
Prinsip-Prinsip Good Governance
Kendati diawali oleh tawaran badan-badan internasional, namun cita good governance kini sudah menjadi bagian diskursus serius dalam wacana pengembangan paradigma birokrasi dan pembangunan ke depan. Dari berbagai hasil kajian LAN (Lembaga Administrasi Negara), Simamungsong dan Sinuraya (2004:256-263) mengutip sembilan (9) aspek fundamental dalam perwujudan Good Governance, yaitu:
a.       Partisipasi
Semua warga masyarakat berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi masyarkat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisir.
b.      Penegakan Hukum
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa diimbangi oleh sebuah hukum dan penegakannya yang kuat,  partisipasi akan berubah menjadiproses politik yang anarkis. Ditambahkan pula bahwa penyelenggaraan negara dan pemerintahan juga harus ditata oleh sebuah sistem dan aturan hukum yang serta memiliki kepastian.
c.       Transparansi
Salah satu yang menjadi persoalan bangsa di akhir masa orde baru adalah merebaknya kasus-kasus korupsi yang berkembang sejak awal masa rejim kekuasaannya. Korupsi sebagai tindakan, baik dilakukan individu maupun lembaga yang secara langsung merugikan negara, merupakan salah satu yang harus dihindari dalam upaya menuju cita Good Governance, karena selain merugikan negara, korupsi dapat menhambat efektivitas dan efesiensi proses birokrasi dan pembangunan sebagai ciri utama Good Governance.
d.      Responsif
Salah satu asas fundamental menuju cita-cita Good Governance adalah responsif, yakni pemerintahan harus peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Terkait dengan asas responsif ini, pemerintah harus merumuskan kebijakan –kebijakan pembangunan sosial terhadap semua kelompok sosial dalam karakterristik kulturalnya. Dalam upaya mewujudkan asas responsif pemerintah harus melakukan upaya-upaya strategis dalam memberikan perlakuan yang humanis pada kelompok-kelompok masyarakat tanpa pandang bulu.
e.       Orientasi konsensus
Asas fundamental lain yang juga harus menjadi perhatian pemerintahan dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya menuju cita-cita Good Governance, seperti pengambilan keputusan secara konsensus, yakni pengambilan keputusan melalui proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasar kesepakatan bersama. Cara pengambilan keputusan tersebut selain dapat menarik komitmen komponen masyarakat sehingga memiliki legitimasi untuk melahirkan coercive power (kekuatan memaksa) dalam upaya mewujudkan efektivitas pelaksana keputusan.


f.       Kesetaraan
Terkait dengan asas konsensus, transparansi dan responsiv, Good Governance juga harus didukung dengan asas equity (kesetaraan), yakni kesamaan dalam perlakuan (treatment) dan pelayanan. Asas ini dikembangkan berdasarkan pada sebuah kenyataan bahwa bangsa Indoneisa ini tergolong bangsa yang plural, baik dilihat dari segi etnik, agama dan budaya. Pluralisme ini tentu saja pada satu sisi dapat memicu masalah, apabila dimanfaatkan dalam konteks kepentingan sempit seperti primordialisme, egoisme, dan sebagainya. Karena prinsip equity harus diperhatikan agar tidak memunculkan ekses yang diinginkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
g.       Efektifitas
Disamping harus memperhatikan beragam kepentingan dari berbagai lapisan dan kelompok sosial sebagaimana ditekankan pada asas kesetaraan, pemerintahan yang baik juga harus memenuhi kriteria efektivitas dan efesiensi, yakni berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesa-besarnya kepentingan masyrakat dari berbagai kelompok lapisan sosial. Sedangkan efesiensi biasanya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin kecil biaya yang dipakai untuk kepentingan yang terbesar, maka pemerintah itu termasuk dalam kategori pemerintahan efesien. Citra itulah yang menjadi tuntutan dalam upaya mewujudkan cita-cita Good Governance.

h.      Akuntabilitas
Asas akuntabilitas menjadi perhatian dan sorotan pada era reformasi ini, karena kelemahan pemerintahan Indonesia justru dalam kualitas akuntabilitas itu. Asas akuntabilitas berarti pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberi delegasi dan kewenangan untuk mengurusi berbagai urusan kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju cita-cita Good Governance.
i.        Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menhadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka perwujudan Good Governance, karena perubahan dunia dengan kemajuan teknologinya yang begitu cepat. Bangsa yang tidak memiliki sensitifitas terhadap perubahan serta perediksi perubahan kedepan, tidak saja akan tertinggal oleh bangsa lain di dunia, tapi juga terperosok pada akumulasi kesulitan,  sehingga proses recoverynya tidak mudah.
Untuk mewujudkan cita-cita Good Governance, lebih lanjut Simamungsong dan Sinuraya (2004:264-270) mengemukakan asas-asas fundamental yang harus dilaksnakan, sebagaimana telah dipaparkan  di atas, harus melakukan lima (5) aspek prioritas, yaitu:
a.       Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan
Lembaga perwakilan rakyat, yakni DPR, DPD, dan DPRD harus mampu menyerap dan mengartikulasikan berbagai aspirasi masyarakat dalam berbagai bentuk program pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, serta mendelegasikannya pada eksekutif untuk merancang program-program operasional sesuai rumusan yang ditetapkan dalam lembaga perwakilan dan terus melakukan fungsi kontrolnya terhadap lembaga eksekutif, sehingga seluruh gagasan dan aspirasi yang dikehendaki rakyat melalui wakilnya itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh seluruh perangkat lembaga eksekutif.
b.     Kemandirian Lembaga Peradilan
Kesan yang lain buruknya dari pemerintahan adalah ketidak mandirian lembaga peradilan. Intervensi eksekutif terhadap yudikatif sangat kuat, sehingga peradilan tidak mampu menjadi pilar terdepan dalam menegakkan asas rule of law. Lembaga penegakan hukum tidak dengan leluasa menetapkan perkara, sehingga mereka tidak mampu menampilkan dirinya sebagai the prophet of law.
c.       Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas
Birokrasi di Indonesia tidak hanya dikenal lemah dalam memberikan pelayanan publik, tapi juga telah memberi peluang berkembangnya praktek-pratek KKN. Dengan demikian, pembaharuan konsep dan mekanisme kerja birokrasi merupakan sebuah keharusan dalam proses meneju cita-cita Good Governance. Jajaran birokrasi harus diisi oleh mereka yang memiliki kemampuan profesionalitas yang baik, memiliki integritas, berjiwa demokratis, dan memilki akuntabilitas yang kuat sehingga memperoleh legitimasi dari rakyat yang dilayaninya. Karena itu paradigma pengembangan birokrasi ke depan harus diubah menjadi birokrasi populis, yakni rakyat, serta memiliki integritas untuk memberikan pelayanan kepada rakyat dengan pelayanan yang prima.
d.     Peranan Masyarakat Sipil
Mewujudkan cita-cita Good Governance juga mensyaratkan partisipasi masyarakat sipil  yang kuat, sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat sipil diperlukan Good Governance. Proses pembangunan dan pengelolaan negara tanpa melibatkan masyarakat sipil akan sangat lamban, karena potensi terbesar dari sumber daya manusia ada dikalangan masyarakat ini. Oelh sebab itu, berbagai kebijakan publik harus memberi peluang pada masyarakat untuk berpartisipasi, tidak saja dalam sektor-sektor kegiatan ekonomi dan politik, tapi juga dalam proses kebijakan-kebijakan publik itu sendiri. Masyarakat mempunyai hak atas infomasi, mempunyai hak untuk melekukan kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang menguntungkan, baik melalui lembaga perwakilan, pers maupun menyampaikan secara langsung dalam bentuk dialog-dialog terbuka dengan LSM, Partai Politik, Organisasi Massa atau institusi sosial lainnya.
e.       Dukungan Teknologi dan Metoda
Dunia yang terus berkembang dan penuh persaingan mengharuskan setiap organisasi, termasuk negara menggunakan teknologi dan teknik-teknik yang modern (metoda) sebagai berikut :
1)      E-Governance
Dalam mendukung mewujudkan pemerintahan yang bersih dan beribawa maka sangat dibutuhkan penerapan teknologi informasi internet maupun digital global space. Peranan teknologi informasi ini sangat mendukung integrasi administrasi pemerintah pusat dan daerah
2)      Visi, Misi dan Strategi
Visi adalah gambaran masa depan yang menarik dan dapat dicapai. Diatas telah disinggung tentang visi strategis, maksudnya visi yang bersifat strategis, jangkauan ke depan lebih jauh dan lingkupnya lebih luas dari visi biasa. Strategis memberi penekanan skala dan peranan dari visi.
Misi adalah upaya untuk mencapai visi, menggunakan kata kerja, berisi kegiatan dan hasil yang diharapkan. Strategi adalah cara untuk mengatasi maslah atau resiko yang terjadi dalam rangka pelaksanaan misi. Strategi dirumuskan berdasarkan penelitian tentang masa depan dengan menggunakan metoda Strength, Weakness, Opportunity, and Threatds. Dengan mengetahui kemampuan dan kelemahan diri saat ini mencoba mengetahui (meramal) apa yang akan terjadi di masa datang, dan menentukan peluang dan mengatasi ancaman.
3)      Manajemen Strategik
Manajemen selalu berususan dengan sumber daya, terutama dana, peralatan dan asset. Sumber daya makin lama makin mahal, langka, sehingga pemakaianya perlu dengan efisien namun pelaksanaan misi tetap efektif, mencapai sasaran. Oleh karena itu, sifat manajemen yang demikian menjadi strategis, menjadi metoda dan alat untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (termasuk pengawasan)
Dengan pertolongan metoda dan teknik ini, diharapkan mendukung upaya (misi), pencapaian visi dan pada gilirannya dengan semangat Good Governance akan memuaskan masyarakat, akhirnya meningkatkan kesejahtraan rakya. Otonomi daerah yang menjadi ujung tombak pemerintahan Republik Indonesia dapat berperan melayani masyarakat dan membangun daerah masing-masing.